BERSYUKUR : BELAJAR DARI LEGENDARIS BULUTANGKIS RUDI HARTONO



Saya pernah membaca dalam satu tulisan yang bercerita tentang atlit bulu tangkis sang legendaries Rudy Hartono, seorang yang membuat harum nama bangsa Indonesia lewat lagaknya di arena bulu tangkis dunia. Permainanya taktis, smash-annya tak terbendung, kalem dan tenang bawaannya di lapangan.


Penonton adalah tetap penonton. Yang hanya menangkap apa yang di lihat dari permainan jagoannya. Penonton tahunya yang di jagokannya harus, wajib menang. Dan lawannya harus kalah dn menderita akibat kekalahannya. Tepuk tangan dan sorak sorainya hanya untuk kemenangan jagoannya. Sebaliknya kalau yang di jagokannya kalah, maka pendukungnya pun siap kecewa, tak di sangkal kekecewaannya bisa muncul dalam ekspresi yang mengerikan. Itulah penonton yang tercipta untuk siap menang saja, dan tidak siap untuk juga menerima kekalahan. Penonton selalu tanpak cerdas, selalu tanpak jago. Tapi keberadaannya juga amat dibutuhkan baik bagi kepentingan penyelenggara ataupun bagi pemain. Riuh rendahnya bisa jadi tolak ukur bagi menarik tidaknya satu pertandingan.

  
Semantara seorang juara, melampaui mental penontonnya, karena sang juara tidak saja siap bertanding dan menang, tapi juga tertanam dalam dirinya: siap bertanding dan siap kalah. Sang juara menerima segalanya, menang tentu di terima dan kalah pun di terima, sang juara tidak mengurungkan diri untuk menyalami lawannya yang menang darinya sambil tersenyum. Kekalahannya dalam satu event selalu menjadi energi pendorong yang dahsyat untuk meningkatkan latihan, mengembangkan teknis dan power.

Rudy Hartono, adalah contoh hidup dari sang juara yang berkarakteristik seperti diatas, bahkan lebih dari itu ia memiliki kantong syukur yang amat berkelimpahan. Konon ia selalu membisikan pada dirinya ditengah keletihan dan cucuran keringatnya, kegembiran ataupun kegetiran, satu pujian : “Puji Tuhan!” bagi setiap shuttle chock yang jatuh ke tanah. Tidak perduli apakah shuttle chock itu jatuh di luar atau di dalam lapangan lawan ketika ia mengembalikannya melalui permainan net, atau smash, atau drop shot, atau, back hand atau service. Atau yang lebih ekstrim ketika ia tidak berhasil mengembalikan shuttle chock yang di ayunkn dari raket lawannya, sehingga harus menambah angka lawannya, ia gumamkan; “Puji Tuhan!” bahkan ketika bola itu dinyatakan out oleh sang hakim garis:”Puji Tuhan!” Edun!!
 
Bagaimana kita bisa mengerti kenapa Rudi Hartono memuji setiap bola yang jatuh ke bumi tak pandang itu menguntungkannya atau merugikannya, bayangkan sekiranya bola itu tidak pernah jatuh kebumi? Artinya harus terlibat dalam reli yang panjang, yang menyita waktu dan melelahkan, maka:
1. Itu bukan bulu tangkis namanya
2. Tidak ada penontonnya berarti tidak ada yang terhibur dan tidak perlu ada yang di dukung
3. Tidak ada orang yang mau jadi wasit dan crewnya
4. Bahkan tidak ada yang mau jadi pemainnya, karena tidak pernah jelas siapa pemenangnya (kecuali dibuat aturan baru, tapi tetap tidak ada yang mau jadi pemainnya)
5. Status pemenang ada kalau ada yang kalah, yang kalah memberi arti bagi yag menang dan makna bagi pendukungnya
6. Yang kalah mengerti kekurangannya dan ketangguhan diluar dirinya, dorongan untuk sampai kepuncak kemenangn, memiliki kekayaan akan kemungkinan, berarti kaya akan harapan, berarti ia sedang menyiakan harapan jadi kenyataan

Saya merasakan kalimat memuji Allah hanya baru bisa meluncur dari diri saya ketika apa yang jadi harapan saya terwujud . Hanya baru sanggup memberi Pujian atas Allah saya gumamkan ketika keberuntungan dunia saya tercapai , tubuh sehat , uang cukup , mendapat pujian dari orang lain , prestasi anak-anak membanggakan , bisnis lancar . Sulit sekali menggumamkan pujian bagi Allah SWT , ketika saya melakukan kesalahan, kekurangan likuiditas , ditinggal orang-orang terkasih, kehilangan order dan peluang bisnis , tidak dipuji oleh orang terkasih .

Ada seorang sahabat yang mengingatkan saya kalo saya sangat egois .. Egois ?? ya saya sangat egois terhadap Allah .. semua keinginan dan harapan yg menurutku baik inginnya menjadi kenyataan .. padahal apa yg menurutku baik belum tentu baik menurut baik menurut Allah .
Saya juga egois terhadap diri sendiri .. menuntut diri saya menjadi sempurna dengan sifat dan karakter yang menurutku harus aku miliki .. yang seringkali menyebabkan aku selalu merasa kurang ... dan tidak bisa bersyukur .

Berkaca dari permainan Bulutangkis , banyak hal yang harus saya fahami .. belajar untuk melihat hasil dari sudut padang yg berbeda agar saya bisa selalu bersukur pada Allah berhasil ataupun gagal itu sudah menjadi ketetapan dari Allah untuk bisa di syukuri .. Pasti ada kebaikan yang ingin Allah berikan pada saya ... karena aku sangat yakin Allah sangat sayang padaku dan juga padamu

Thank’s ABI Maulana ... untuk inspirasinya ..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BERSYUKUR : BELAJAR DARI LEGENDARIS BULUTANGKIS RUDI HARTONO"

Post a Comment